Dorong Transformasi Pekebun Sawit Swadaya Menjadi Koperasi: Kemenkop dan RSPO Bahas Lanjutan Draft MoU

(Selasa, 10 Juni 2025) Kementerian Koperasi (Kemenkop) melalui Biro Hukum dan Kerja Sama serta Kedeputian Pengembangan Produksi kembali menyelenggarakan rapat pembahasan lanjutan draft perubahan Memorandum of Understanding (MoU) bersama Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sebagai tindak lanjut kerja sama strategis dalam mendorong koperasi kelapa sawit yang berkelanjutan. 

Kerja sama strategis tersebut untuk mendorong terwujudnya sinergi program di bidang pengembangan usaha koperasi kelapa sawit berkelanjutan. Dengan menjalin kemitraan bersama RSPO, diharapkan koperasi-koperasi sawit di berbagai daerah dapat meningkatkan kapasitasnya dalam menerapkan prinsip dan kriteria kelapa sawit berkelanjutan. Langkah ini sejalan dengan kebijakan transformasi industri sawit nasional yang menekankan aspek keberlanjutan, transparansi, serta peningkatan kesejahteraan petani sawit, khususnya yang tergabung dalam koperasi.

Perlunya penajaman definisi koperasi yang dimaksud dalam kerja sama, khususnya menyoroti koperasi swadaya yang dibentuk oleh pekebun sawit rakyat. Dalam forum tersebut disepakati bahwa koperasi merupakan badan hukum yang paling kredibel dan kompatibel untuk mendukung mekanisme sertifikasi RSPO secara kolektif, sekaligus sebagai badan usaha yang memiliki legitimasi formal.

RSPO menyampaikan bahwa pihaknya tidak membatasi entitas yang mengikuti sertifikasi RSPO, tetapi justru mendorong petani dan kelompok swadaya untuk bergabung atau bertransformasi menjadi koperasi. Kemitraan dengan Kemenkop dinilai penting untuk memperkuat kelembagaan dan kapasitas koperasi dalam rantai pasok sawit berkelanjutan.

Selain itu, pembentukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) juga menjadi fokus penting. Dalam PKS akan diatur lebih spesifik mengenai data koperasi sawit yang telah dan sedang menuju sertifikasi RSPO, termasuk koperasi di bawah binaan Kemenkop yang khusus bergerak di sektor kelapa sawit swadaya. Data ini dianggap krusial untuk mengidentifikasi koperasi secara tepat dan menyusun intervensi pendampingan yang efektif.

RSPO sendiri memiliki akses pendanaan untuk mendukung koperasi, sementara Kemenkop melalui LPDB juga membuka peluang pembiayaan bagi koperasi sawit yang telah tersertifikasi. Tujuannya adalah mendorong koperasi agar lebih produktif dan berkembang, tidak hanya dalam aspek produksi, tetapi juga dalam rantai nilai dan hilirisasi.

Ruang lingkup MoU perlu dirumuskan secara lebih terarah serta disederhanakan dan difokuskan pada aspek pengelolaan data dan informasi di sektor perkebunan kelapa sawit, dengan penekanan khusus pada koperasi kelapa sawit. Usulan ini juga mencakup pentingnya penerbitan surat resmi dari Kementerian Koperasi guna mendukung proses identifikasi koperasi sawit secara nasional, sebagai langkah awal dalam penguatan kelembagaan dan perluasan jangkauan program.

Kemenkop dan RSPO menyepakati pentingnya transformasi kelembagaan pekebun swadaya menjadi koperasi atau bergabung dengan koperasi yang sudah ada, guna meningkatkan akses terhadap sertifikasi, pembiayaan, dan pembangunan industri hilir seperti pabrik Sustainable Palm Oil (SPO).

Ruang lingkup kerja sama pun akan diperjelas dalam PKS yang akan dikaji oleh seluruh unit terkait di Kemenkop. Ditegaskan bahwa meskipun MoU bersifat umum, substansi PKS akan sangat teknis dan terfokus, serta menjadi dasar operasionalisasi kerja sama yang lebih berdampak bagi koperasi sawit di Indonesia.